KELAPA sawit menjadi komoditas penting nasional dan menempatkan kita menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Minyak sawit digunakan untuk berbagai macam produk mulai dari industri pangan, kosmetik, dan energi terbarukan.
Kelapa sawit ditanam di berbagai tipe lahan mulai dari gambut, hutan, dan habitat alami lainnya. Hingga 2021, berdasarkan data Kementerian Pertanian, luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 16 juta hektare, dengan 4 juta hektare (25 persen) merupakan kebun sawit rakyat yang melibatkan sekitar 3,5 juta petani kecil.
Mengapa ISPO?
Kelapa sawit nasional dikaitkan dengan isu deforestasi, degradasi gambut, hilangnya keanekaragaman hayati, serta isu sosial seperti konflik lahan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Pemerintah telah bekerja keras untuk memastikan perluasan dan praktik kebun kelapa sawit nasional dilakukan secara berkelanjutan, sekaligus melindungi hak-hak masyarakat lokal serta melestarikan sumber daya alam. Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan skema sertifikasi produksi kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia, yang implementasinya telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020. ISPO menjadi prasyarat wajib yang ditetapkan pemerintah untuk kebun sawit memperbaiki tata kelola sawit yang lebih berkelanjutan.
ISPO mengacu pada praktik budi daya dan produksi minyak sawit yang memenuhi standar lingkungan, sosial, dan ekonomi yang telah ditetapkan dalam pencapaian SDGs. Proses sertifikasi mencakup penilaian lapangan terhadap perkebunan kelapa sawit, serta evaluasi terhadap sistem, kebijakan, dan prosedur manajemen perkebunan kelapa sawit. Sertifikasi ISPO berlaku selama tiga tahun, setelah itu perkebunan akan dinilai kembali untuk memastikan tetap memenuhi standar ISPO. Pemerintah Indonesia telah menyatakan bahwa sertifikasi ISPO bersifat wajib bagi seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia, termasuk perkebunan rakyat pada tahun 2023.
Untung-rugi
Kelapa sawit rakyat merupakan aspek penting industri kelapa sawit di Indonesia. Banyak petani kecil di pedesaan mengandalkan kelapa sawit sebagai sumber pendapatan. Dalam konteks ini, sertifikasi ISPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan menjadi penting karena beberapa manfaat seperti memastikan bahwa budi daya kelapa sawit rakyat tidak berkontribusi terhadap deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati di Indonesia (perlindungan lingkungan), menghindari praktik eksploitasi tenaga kerja dan penyalahgunaan lahan (tanggung jawab sosial), memastikan menerima harga yang adil dan akses pasar sehingga meningkatkan pendapatan (kelayakan ekonomi), menjamin kualitas dan keamanan minyak sawit yang diproduksi (praktik budi daya yang baik), dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dan memastikan petani kecil beroperasi secara berkelanjutan.
Penting untuk dipahami bahwa sertifikasi ISPO bersifat sukarela, tidak wajib, namun pemerintah terus mendorong agar semua aktivitas kebun sawit nasional memiliki sertifikasi ISPO di masa depan. Permintaan akan minyak sawit berkelanjutan makin meningkat, dan banyak perusahaan dan organisasi berkomitmen untuk mendapatkan minyak sawit dari sumber berkelanjutan bersertifikat. Beberapa kerugian mungkin diterima jika ISPO tidak dilakukan seperti akses pasar, kepatuhan hukum, reputasi, isu lingkungan dan sosial, daya saing, dan potensi manfaat.
Dari aspek akses pasar, petani kecil yang tidak memiliki sertifikasi ISPO mungkin mengalami kesulitan untuk mengakses pasar ini, yang dapat berdampak negatif terhadap pendapatan dan mata pencarian mereka. Banyak negara dan wilayah memiliki peraturan dan undang-undang yang terkait dengan produksi minyak sawit berkelanjutan.
Secara aspek hukum, petani kecil yang tidak memiliki sertifikasi ISPO mungkin melanggar undang-undang ini, yang dapat mengakibatkan denda atau hukuman lainnya. Ketiadaan sertifikasi ISPO juga mungkin dapat merusak reputasi petani kecil dan komunitasnya, karena menunjukkan bahwa mereka tidak beroperasi secara berkelanjutan.
Petani kecil yang tidak mengikuti standar lingkungan dan sosial yang ditetapkan oleh ISPO dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, komunitas lokal, dan hak asasi manusia. Ketiadaan sertifikasi ISPO dapat membuat petani kecil kurang kompetitif di pasar minyak sawit global, karena makin banyak perusahaan yang berkomitmen untuk membeli minyak sawit dari sumber berkelanjutan yang bersertifikat. Selain itu, petani kecil mungkin tidak dapat mengakses manfaat potensial dari produksi minyak sawit berkelanjutan seperti peningkatan produktivitas, akses pasar yang lebih baik, dan kondisi kerja yang lebih baik.
Tantangan dan upaya akselerasi
Penting untuk dicatat bahwa pencapaian sertifikasi ISPO tidak hanya bermanfaat bagi petani kecil, tetapi juga bagi lingkungan dan masyarakat setempat. Oleh karena itu, penting untuk mendukung petani kecil mencapai sertifikasi ISPO untuk memastikan produksi minyak sawit berkelanjutan di Indonesia. Namun perlu dicatat bahwa implementasi sertifikasi ISPO bagi kelapa sawit rakyat menghadapi tantangan. Tantangan tersebut, antara lain, kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang sertifikasi ISPO di kalangan petani kecil, kurangnya akses ke bantuan teknis dan pendanaan untuk sertifikasi ISPO, dan lemahnya penegakan persyaratan sertifikasi.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada petani sawit rakyat, serta bantuan keuangan dan teknis untuk membantu mereka mencapai sertifikasi ISPO. Terlepas dari upaya tersebut, ada beberapa cara untuk mempercepat implementasi sertifikasi ISPO bagi petani kelapa sawit di Indonesia dengan memberikan edukasi dan peningkatan kesadaran, bantuan teknis, bantuan keuangan, dukungan pemerintah, kolaborasi dan kemitraan, serta penyederhanaan proses.
Petani perlu diberi tahu tentang manfaat sertifikasi ISPO dan memahami persyaratan untuk mencapainya. Kampanye pendidikan dan program pelatihan dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang sertifikasi ISPO di kalangan petani. Petani sering kali kekurangan keahlian teknis dan sumber daya yang diperlukan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO. Bantuan teknis, seperti memberikan layanan penyuluhan dan pelatihan praktik budi daya kelapa sawit berkelanjutan, dapat membantu petani memenuhi persyaratan ISPO.
Banyak petani kekurangan sumber daya keuangan yang dibutuhkan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO. Bantuan keuangan, seperti hibah dan pinjaman, dapat membantu petani menutupi biaya sertifikasi ISPO, seperti membayar penilaian dan menerapkan praktik berkelanjutan.
Pemerintah dapat memainkan peran penting dalam mempercepat sertifikasi ISPO bagi petani dengan memberikan insentif dan subsidi, serta menegakkan peraturan terkait produksi minyak sawit berkelanjutan. Kolaborasi dan kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil dapat membantu mempercepat sertifikasi ISPO untuk petani dengan berbagi sumber daya dan keahlian, dan dengan bekerja sama untuk mengatasi tantangan yang dihadapi petani. Menyederhanakan dan merampingkan proses sertifikasi dapat membantu mengurangi waktu dan biaya terkait sertifikasi ISPO, membuatnya lebih mudah diakses oleh petani.
Yang tidak kalah lebih penting bahwa percepatan sertifikasi ISPO untuk petani kecil di Indonesia akan membutuhkan pendekatan multi-stakeholder, yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan petani kecil itu sendiri. (*)
Penulis Ridwan Diaguna
Dosen Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul ISPO Sawit Rakyat, Sudah Siapkah?, https://bangka.tribunnews.com/2023/01/28/ispo-sawit-rakyat-sudah-siapkah.