PEKANBARU-Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan salah satu Program Strategis Nasional (PSN) menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit. Bantuan ini ditujukan kepada masyarakat petani, untuk mempermudah proses peremajaan kebun yang dimiliki.
Namun begitu, di Provinsi Riau sendiri, masih banyak petani yang belum mendapat program tersebut. Hal ini dikarenakan sulitnya persyaratan yang harus diajukan petani sawit, agar bisa memperoleh bantuan. Kebanyakan dari mereka gagal mendapat bantuan lantaran syarat yang cukup sulit dipenuhi kalangan petani.
Hal ini sebagaimana diungkapkan Sekretaris Komisi II DPRD Riau, Husaimi Hamidi yang membidangi perkebunan. Kondisi tersebut cukup disayangkan politisi PPP ini. Mengingat ada banyak petani di Riau yang membutuhkan bantuan dimaksud.
“Persyaratan yang diberikan itu cukup berat. Rata-rata gagal karena persyaratan. Contoh, kebun yang berada dalam kawasan hutan, tidak boleh menerima dana peremajaan. Sementara kebun Riau ini sekarang banyak dalam kawasan hutan. Dulunya putih, sekarang tidak bisa lagi,” sebutnya, Senin (2/1) seperti ditulis Riau Pos.
Ia menilai, BPDPKS belum serius membantu petani sawit di Riau. Jika dibiarkan, hal ini justru membuka ruang korupsi di bawah. Bahkan ia mengibaratkan bantuan yang diberikan masih menggantung. Ia tidak ingin bantuan yang tersedia jadi objek korupsi di daerah. “Mau tidak bantuan ini? kalau mau beri kami uang. Bisa begitu kan jadinya,” kata Husaimi.
Lanjut dia, sejak diberlakukannya aturan PSR yang baru melalui Permentan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit, pengurusan PSR menjadi lebih rumit.