JAKARTA-Tahun 2023, Sawit masih jadi sorotan, berlanjutnya terpaan terkait capaian perkembangan program Peremajaan Sawit Rakyat PSR, dinamika harga tandan buah segar (TBS), bahkan beragam kondisi petani sawit lainnya.
Dilansir CNBC Indonesia, Pemerintah tentu tak tinggal diam, Kementerian Pertanian bersama Dinas Perkebunan di seluruh sentra kelapa sawit terus berupaya menjaga produksi dan produktivitas kelapa sawit. Mereka juga memonitoring perkembangan harga TBS secara rutin guna mengatasi gejolak harga TBS dan memastikan harga TBS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salah satu upaya itu dengan penerbitan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.
“Terbitnya Permentan Nomor 3 Tahun 2022 justru untuk memperlancar dan melindungi petani, bukan untuk memberatkan atau mempersulit petani saat memproses PSR-nya,” ujar Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Andi Nur Alam Syah.
Pada kesempatan yang berbeda, Ahli Hukum Tatanegara Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi menjelaskan, Permentan Nomor 3 Tahun 2022 ini bisa mencegah tumpang tindih lahan. Selain itu, Permentan tersebut juga memberikan kepastian hukum dan keberadilan agar kepemilikannya clean and clear, dan tidak ada masalah di kemudian harinya.
Sebagaimana tertuang pada Pasal 15, peremajaan kelapa sawit diberikan kepada pekebun dengan syarat salah satunya tergabung dalam kelembagaan Pekebun dan memiliki legalitas lahan. Hal ini mengingat siklus tanaman kelapa sawit yang cukup panjang sekitar 25 tahun sehingga diperlukan kepastian hukum atas keberadaan kebun yang akan diremajakan.
Ia menjelaskan bahwa, lahirnya Permentan Nomor 3 Tahun 2022 merupakan penyempurnaan dari Permentan sebelumnya, yang terbit dari hasil evaluasi dan masukan berbagai pihak antara lain dari aparat penegak hukum, BPK, BPKP, petani, pelaku usaha perkebunan dan berbagai stakeholder perkebunan. Berbagai masukan tersebut dalam rangka kepastian hukum dan keberlanjutan usaha kelapa sawit.
Dalam regulasi tersebut terdapat keterangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian ATR/BPN terkait status lahan yang akan dilakukan peremajaan. Hal ini dimaksudkan agar ke depan peremajaan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik tanpa konflik dan diberikan kepada para petani yang tepat sebagai penerima manfaat.
“Hal ini merespon utamanya banyak areal perkebunan kelapa sawit yang diduga masuk dalam kawasan hutan. Terhadap hal demikian, maka Pemerintah hadir bagi lahan-lahan petani yang masuk dalam kawasan hutan untuk diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku,” katanya.
Andi Nur menambahkan, Permentan Nomor 3 Tahun 2022 terbit melalui proses harmonisasi yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait. Namun dalam rangka mencapai tujuan peremajaan, saat ini Permentan tersebut dalam proses revisi sesuai masukan dari berbagai pihak.
“Pemerintah tentu hadir, dan terus cari solusi tepat guna dan segera menindaklanjuti. Perbaikan industri sawit ini tak bisa sendiri, harus bersama bersinergi, demi tingkatkan kesejahteraan petani sawit ke depannya,” ujar Andi Nur.
Andi Nur melanjutkan, peremajaan kelapa sawit dilakukan di lahan dengan kriteria tanaman telah melewati umur ekonomis 25 tahun, produktivitas kurang dari atau sama dengan 10 ton TBS/hektar per tahun pada umur paling sedikit 7 tahun, dan/atau kebun yang menggunakan benih tidak unggul.
“Kriteria dimaksud dibuktikan dengan pernyataan yang dibuat oleh Poktan, Gapoktan, Koperasi atau Kelembagaan Pekebun lainnya,” tambah dia.
Dilansir dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Paser, di tahun 2021, manfaat ekonomi program PSR juga sudah dirasakan masyarakat pekebun. Salah satunya perkembangan program PSR Kabupaten Paser telah berjalan sesuai dengan rencana.
Sudah dimulai pada 2017 sebagai penerima Program PSR pertama di Kabupaten Paser adalah KUD Sawit Jaya, Desa Sawit Jaya Kecamatan Long Ikis.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan dan Peternakan, beberapa kelompok pekebun yang telah melaksanakan replanting tahap pertama, sudah mendapatkan hasil produksi sawit dan telah memperoleh manfaat ekonomis dari program tersebut.
Begitu juga dengan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang telah diluncurkan perdana dan tanam perdananya dihadiri Presiden RI pada 2017 lalu, Sumatera Utara menjadi provinsi kedua dari program PSR, tepatnya di Kabupaten Serdang Bedagai. Sekarang petani sudah berhasil dan menikmati panennya.
“PSR ini sangat perlu dilakukan sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil perkebunan,” kata Ketua Aspekpir, Setiyono.
Menurutnya, pemerintah melaksanakan kegiatan peremajaan kelapa sawit sebagai bentuk keberpihakan kepada pekebun rakyat dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman kelapa sawit rakyat.
“Kami anggota Aspekpir sangat merasakan manfaatnya terbukti anggota Aspekpir yang sudah melaksanakan peremajaan di samping tanaman semakin meningkat produksinya juga ringan biaya karena ada bantuan biaya hibah dari program PSR yang di kelola BPDPKS,” ujarnya.
Andi Nur berharap ke depannya realisasi PSR semakin meningkat. Sebab dia menegaskan, peraturan dibuat untuk melindungi, mempermudah dan memperlancar, bukan menghambat.
“Tentu tak dapat dipungkiri, dalam implementasinya dihadapkan oleh berbagai tantangan. Untuk itu semua pihak perlu bekerja sama, bersinergi, dan berkolaborasi untuk mempercepat proses pemenuhan ketentuan administratif,” pungkasnya.