JAKARTA-Kementerian Pertanian (Kementan) memandang penundaan penerapan Undang-Undang Antideforestasi oleh Uni Eropa sebagai peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit. Kebijakan ini memungkinkan Indonesia mempercepat langkah-langkah menuju pengelolaan sawit yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Plt Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Heru Tri Widarto, mengungkapkan bahwa salah satu alasan Uni Eropa merancang aturan ini adalah untuk memastikan produk sawit yang masuk ke pasar Eropa bukan berasal dari kawasan hutan. Saat ini, masih banyak petani sawit di Indonesia yang belum menerapkan prinsip keberlanjutan yang berorientasi pada sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Ini adalah kesempatan bagi kita untuk memperbaiki tata kelola sawit. Saat ini, kami sedang mempercepat penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya Kelapa Sawit (STDB) untuk kebun rakyat. Sementara untuk perkebunan besar, sertifikasi ISPO atau standar keberlanjutan lainnya menjadi keharusan,” jelas Heru kepada Kompas.com di Jakarta baru-baru ini.
Heru juga menekankan pentingnya membuktikan kepada Uni Eropa bahwa minyak sawit Indonesia yang diekspor berasal dari lahan yang tidak mengancam kawasan hutan.
Penundaan implementasi Undang-Undang Deforestasi (EUDR) Uni Eropa memberikan waktu bagi Indonesia untuk bersiap memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Aturan ini, yang awalnya dijadwalkan berlaku pada 30 Desember 2024, mengharuskan produk tertentu, termasuk minyak kelapa sawit, tidak terkait dengan penggundulan atau degradasi hutan dalam rantai pasoknya sejak 2020. Selain itu, produk tersebut juga harus mematuhi hak asasi manusia (HAM) dan menghormati hak masyarakat adat.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga telah menyiapkan kampanye hijau untuk minyak kelapa sawit Indonesia. Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN), Mardyana Listyowati, menyebutkan bahwa persiapan ini merupakan bagian dari upaya proaktif Indonesia dalam menghadapi EUDR, meski Indonesia sempat menyatakan keberatan terhadap aturan tersebut.
“Dalam waktu setahun ini, kita harus bersiap diri. Meskipun kita menolak, bukan berarti tinggal diam. Kita mempersiapkan diri untuk memenuhi persyaratan EUDR,” ujar Mardyana saat menghadiri pembukaan Trade Expo Indonesia (TEI) ke-39 di ICE BSD, Tangerang, pada Rabu (9/10/2024).
Penundaan ini menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memperbaiki sistem dan tata kelola industri sawit agar dapat memenuhi standar internasional, sekaligus membuktikan komitmen terhadap keberlanjutan.