Pontianak – Penjabat Gubernur Kalimantan Barat, Harisson, meninjau pabrik pengolahan tandan kelapa sawit menjadi briket yang berlokasi di Kecamatan Semuntai, Kabupaten Sanggau.
“Pabrik ini mengolah limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi briket, sebuah bahan bakar padat bernilai kalori tinggi yang dapat menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan,” kata Harisson di Sanggau, Jumat.
Briket yang dihasilkan dari tandan kosong kelapa sawit ini diolah menggunakan mesin khusus, sehingga limbah yang sebelumnya hanya dianggap sampah kini dapat dimanfaatkan menjadi energi terbarukan. Salah satu keunggulan briket adalah mampu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara, yang jumlahnya terbatas dan tidak terbarukan.
Harisson menjelaskan bahwa briket yang diproduksi oleh pabrik ini memiliki nilai kalori yang lebih tinggi dibandingkan dengan batu bara.
“Satu kilogram pelet dari tandan kosong kelapa sawit ini menghasilkan 4300 kalori, sementara batu bara hanya sekitar 3950 kalori per kilogram. Ini menunjukkan bahwa briket dari tandan kosong jauh lebih efisien sebagai sumber energi,” tuturnya.
Baca juga: PTPN V dorong optimalisasi limbah sawit jadi arang briket
Briket tersebut kemudian dijual kepada PLN dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp1.100 hingga Rp1.900 per kilogram, tergantung jaraknya dari PLN. Keberhasilan ini patut diapresiasi karena mengubah limbah tandan kosong yang biasanya terbuang menjadi sebuah produk energi yang berguna.
Harisson juga mengajak pihak lain, termasuk Perusda, untuk meniru model pengolahan briket ini.
“Ini lebih ramah lingkungan karena jika kita terus mengandalkan batu bara, sumber energi fosil kita bisa habis. Oleh karena itu, pengolahan briket dari tandan kosong kelapa sawit ini adalah langkah yang sangat baik untuk menciptakan energi terbarukan yang lebih berkelanjutan,” kata Harisson.
Lebih lanjut, Harisson berharap semakin banyak pihak yang tertarik untuk mengembangkan industri serupa, sehingga bisa memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai Co-Firing Biomassa. Hal ini diyakini dapat membantu Indonesia mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Dalam kesempatan yang sama, pemilik pabrik PT Elektrika Konstruksi Nusantara (EKN), M. Ariyanto mengungkapkan bahwa saat ini pabrik memproduksi sekitar 20 ton briket per hari, yang langsung dikirim ke PLN di Sintang dan Sanggau. Namun, kebutuhan PLN untuk briket mencapai 350 ton per hari. Oleh karena itu, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan kapasitas produksi dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
“Sejak awal, kami bekerja sama dengan Untan dan telah melakukan riset untuk mengembangkan mesin yang tepat. Kami mengalami banyak kegagalan, namun akhirnya berhasil memodifikasi mesin yang ada hingga menghasilkan briket berkualitas tinggi. Selain itu, penggunaan tandan kosong sebagai bahan baku tidak mencemari udara, yang memberikan manfaat lingkungan yang signifikan,” jelas Ariyanto.
Inovasi ini tidak hanya memberikan solusi terhadap permasalahan sampah tandan kosong kelapa sawit, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru di daerah setempat. Harisson berharap, upaya ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah, mengurangi sampah, serta berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon.
“Penggunaan briket sebagai Co-Firing Biomassa di PLTU dapat menekan emisi karbon dan meningkatkan bauran energi yang lebih ramah lingkungan. Ini adalah langkah konkret untuk mencapai tujuan nasional kita dalam mengurangi emisi karbon dan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060,” katanya. (antaranews.com).