Edit Content

Menu Utama

Lainnya

Pohon Tua & Dilema Tuntutan Replanting Saat Harga CPO Tinggi

JAKARTA– Indonesia memang dianugerahi kekayaan alam, selain hasil tambang Indonesia juga merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia. Ini didukung dengan kondisi beberapa wilayah di Tanah Air yang begitu subur untuk membudidayakan kelapa sawit.

Sejauh ini, Indonesia masih merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia hal ini. Hal ini sejalan dengan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang mencatatkan Indonesia menempati urutan permana dengan jumlah produksi mencapai 45,5 juta metrik ton pada 2022. Posisinya berada di atas Malaysia dan Thailand yang memproduksi masing-masing sebesar 18,8 juta metrik ton dan 3,26 juta metrik ton pada 2022.

Berdasarkan data Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatatkan total produksi minyak sawit mentah atau disebut Crude Palm Oil di Tanah Air sebesar 46,73 angka ini turun 0,34% secara (year on year-yoy). Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa produksi CPO di Indonesia mengalami penurunan 3 tahun terakhir. Penurunan produksi berkisar antara 0,3% sampai 0,34% dan memang yang paling dalam terjadi tahun 2022.

Seperti ditulis situs berita cnbcindonesia.com, kendati demikian, kalau kita bicara penurunan sejak tahun 2014, penurunan 3 tahun terakhir ini terbilang masing sangat kecil jika dibandingkan pada 2016 yang mencatatkan koreksi lebih dari 3%. Penurunan produksi CPO disebabkan adanya delapan faktor, antara lain cuaca ekstrem basah, lonjakan kasus Covid-19, perang Ukraina-Rusia, harga minyak nabati, minyak bumi dan pupuk tinggi, kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit, serta rendahnya pencapaian program peremajaan sawit rakyat (PSR).

Di tengah penurunan produksi ini, produksi sawit tetap diminta digenjot untuk dapat memenuhi ekspor dan kebutuhan dalam negeri seiring dengan adanya program mandatori B35 yang merupakan campuran minyak kelapa sawit.

Di tengah penurunan produksi dan tuntutan produksi yang mesti digenjot muncul isu yang menyeruak bahwa sawit di Indonesia ini sudah berumur aluas sudah tua. Memang, salah satu yang menjadi masalah utama komoditas sawit Indonesia ialah rendahnya produktivitas tanaman terutama pada perkebunan rakyat.

Rendahnya produktivitas sawit rakyat dikarenakan diusahakan pada skala kecil, penggunaan bibit unggul yang masih rendah, penerapan teknologi yang sederhana, serta tingginya persentase tanaman tua dan rusak.

 

Pelaksanaan replanting kelapa sawit.

Umur produktif kelapa sawit mencapai 25 tahun. Jika sudah berumur segitu, pada dasarnya Peremajaan (replanting) juga harus dilakukan untuk meningkatkan hasil produksinya. Tapi tentu saja ini menimbulkan dilematis yang luar biasa.

Bukan tanpa alasan, replanting membutuhkan biaya yang begitu besar, terutama jika dibebankan kepada perkebunan rakyat. Kami melakukan wawancara kepada salah satu petani sawit yang berlokasi di Pelalawan, Provinsi Riau. Ia mengungkapkan bahwa replanting butuh waktu dan biaya.

“Ideal replanting itu memang umur 25 tahun. Kalau lebih dari itu pohonnya dah tinggi dan udah gak produktif lagi buahnya udah gak bagus. Tapi butuh biaya besar. Kalau kami butuh di atas 50 juta, sesuai sama luas lahan jua,” ungkap Azh Zahira salah satu Bos Sawit di Desa Harapan Jaya, Kec. Pangkalan Kuras, Pelalawan, Riau.

Baca Juga:  Press Conference GAPKI; Produksi dan Ekspor CPO Indonesia Sepanjang 2022 Turun

Dengan biaya yang tinggi beberapa petani sawit menabung dengan cara menyisihkan uangnya untuk replanting setiap kali panen. “Kalau di tempat kami ada yang namanya Koperasi Unit Desa (KUD), dari awal jaman sawit panen udah nabung untuk replanting ini. Kalau gak nabung di KUD ya biaya sendiri,” tambahnya.

Ini kalau kita bicara perkebunan rakyat, perkebunan swasta pun sama harus melakukan replanting bedanya dengan biaya perusahaan yang sudah di tetapkan. Mengutip dari laman Kementerian pada Kamis (23/2/2023) Presiden Jokowi menyatakan akan mengawasi semua kegiatan ini. Sekarang dimulai dari Sumsel, kemudian Sumatera Utara dan kemudian Riau.

Peremajaan kelapa sawit ini dilakukan di areal seluas 4.446 hektare dan melibatkan 2.032 orang petani yang menerima bantuan. Peremajaan ini juga dikhususkan bagi perkebunan rakyat dengan kepemilikan lahan paling banyak 4 hektar per petani.

Syarat yang diremajakan harus clean dan clear, peremajaan akan dikelola bersama-sama secara cluster dengan koperasi, batasan perkebunan rakyat maksimum 4 ha per keluarga, bermitra dengan BUMN dan perusahaan besar. Pembiayaan replanting disediakan oleh BPDP kelapa sawit 25 juta per ha, tumpang sari (dan bibit) oleh Menteri Pertanian.

Kendati demikian, sebetulnya pemerintah menyediakan pembiayaan. Namun tetap saja ada kuotanya. Salah satu pemicu lambatnya peremajaan adalah problem legalitas lahan sawit rakyat di kawasan hutan. Hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja sebenarnya menjadi bagian upaya mempercepat peremajaan sawit rakyat.

Padahal, pemerintah menargetkan peremajaan (replanting) kebun sawit milik petani seluas 540.000 hektar hingga tahun 2024. Namun, menurut data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) sejak tahun 2016 hingga 30 Juni 2022 baru mencapai 256.744 hektar.

Maka yang tak memenuhi persyaratan dari pemerintah harus replanting dengan biaya sendiri. Selain persoalan biaya, pohon sawit setelah replanting harus menunggu 3-4 tahun menunggu berbuah. Artinya, petani sawit bakal kehilangan momen di tengah kenaikan harga komoditas ini.

Hingga hari ini, Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange terpantau kembali menguat melanjutkan reli sejak perdagangan kemarin. Dengan ini harga CPO sudah berada di level tertinggi dalam 7 pekan terakhir.

Melansir Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan menguat 1,5% ke MYR 4.208/ton pada pukul 09:10 WIB. Dengan ini, dalam sepekan, harga CPO melesat 7,26% secara point-to-point/ptp. Sementara, dalam sebulan sudah nanjak 10,3% dan naik 0,81% secara tahunan.

Momen-momen penguatan harga CPO ini tentunya dinantikan bagi para pelaku pasar. Itu sebabnya, ada sebagian masyarakat petani sawit menolak untuk replanting saat harganya sedang naik.

Meski demikian, pada dasarnya peremajaan tanaman dinilai perlu untuk mendongkrak pendapatan petani. Langkah peremajaan juga menjadi pintu masuk menuju pengelolaan sawit rakyat yang berkelanjutan. RED

Bagikan:

Informasi Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Populer
PLASMA
Peraturan Menteri Pertanian No.26 tahun 2007 tentang Padoman Perizinan Usaha Perkebunan
kelapa-sawit
Begini Cara Membuat Pakan Ikan dari Bungkil Kelapa Sawit
Slide2
Palm Oil Mill Effluent atau POME Bisa Diolah Menjadi Biodiesel
Slide1
Opening Ceremony Bimbingan Teknis UMKM Bikopra Aspekpir Indonesia di Provinsi Riau, 21 November 2022
Terbaru
Lombok
BPDPKS-Aspekpir Perkenalkan Produk UMKK Sawit di Lombok
image_750x_66adc76b8971f
Pelaku UMKM Sawit Deklarasikan Yes, Palm Oil Inside! di Makassar
b23dc122-b3ec-4944-a050-b67ce5fc0450
Percepatan PSR, Aspekpir-BPDPKS-PalmCo Kobalorasi Gelar Sosialisasi PSR Pola Kemitraan
286771de-c549-4c27-a132-68bed589ccd5
Pada Workshop UKMK Sawit BPDPKS-Aspekpir, Petani Sawit Sumut Ingin Ekspor Lidi Sawit