Program Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang dikembangkan sejak tahun 1980-an, terbukti mampu mensejahterakan petani sawit, sehingga perlu dipertahankan. Namun kedepannya perlu dilakukan penguatan agar petani sawit memiliki daya saing yang unggul dan setara. Hal tersebut disampaikan Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Mangga Barani dalam Webinar Nasional Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia (ASPEKPIR) dengan Tema “Kemitraan Inti Plasma Teruji Sukses di Perkebunan Sawit”, Rabu 14 Oktober 2020.
Menurut Mangga Barani, sawit yang dikembangkan pekebun (plasma PIR) saat ini sudah memasuki masa peremajaan karena usianya sudah tua. Apalagi saat ini rata-rata produktivitasnya baru sekitar 20 ton/ha/tahun. “Agar produktivitasnya meningkat, peremajaan sawit diperlukan bibit sawit yang unggul dan tersertifikasi, yang memiliki produktivitas yang tinggi 30-40 ton TBS/ha. Selain itu, bibit sawit yang ditanam pun harus tahan serangan genoderma,” kata Mangga Barani.
Mangga Barani menilai, kepemilikan lahan petani sawit yang hanya 2 ha, perlu ditingkatkan lagi menjadi 4 ha atau lebih agar petani mampu memenuhi kebutuhannya.
“Nah, kepemilikan lahan yang dulunya hanya 2 ha, saat ini paling tidak harus 4 ha per KK, agar pekebun sawit lebih ekonomis. Dahulu dengan luas 2 ha dirasa cuku bisa memenuhi kebutuhan hidup, namun sekarang sudah tidak cukup lagi perlu ditingkatkan,” kata Mangga Barani.
Selanjutnya Mangga Barani mengusulkan, pekebun (plasma PIR) sudah saatnya memiliki saham pabrik kelapa sawit (PKS) sebanyak 20 persen. Dengan begitu, PKS tersebut nantinya akan menjadi milik bersama inti plasma.
“ Pabrik kelapa sawit yang ada saat ini sudah satu generasi. Sehingga, nilai pabriknya sudah nol, dan yang diperlukan hanya perawatan dan perbaikan sebagian saja. Artinya, nilai pabriknya sudah tak besar lagi. Karena sebagaian mestinya diserahkan ke petani (plasma) sebagai bagian dari sahamnya 20 persen,” papar Mangga Barani.
Menurut Mangga Barani, setelah pabrik sudah menjadi milik bersama inti-plasma, maka keuntungan pengelolaannya nantinya bisa dibagi di setiap akhir tahun. “Andaikan pekebun plasma PIR diperkuat dengan membangun pabrik sendiri malah tak efisien. Sementara itu, dalam UU Perkebunan sudah ada aturan tentang kepemilikan pabrik. Melalui penguatan tersebut kami yakin pekebun plasma PIR tetap akan berjalan pada generasi kedua,” kata Mangga Barani.
Pembina Aspekpir Indonesia Gamal Nasir menambahkan, saat itu program PIR telah berjalan dengan baik, salah satunya karena program PIR dirancang dan melibatkan 13 kementerian. Programnya lintas instansi. “Koordinasi yang rapi sebagai kunci keberhasilan kemitraan perusahaan dengan plasma,” ujar Gamal.
Gamal mengatakan, saat ini pekebun plasma PIR sudah masuk tahap peremajaan. Bahkan, pekebun plasma PIR ada yang tetap memilih bermitra (melanjutkan kemitraan), dan ada juga yang swadaya. “Mereka yang pilih swadaya ini, karena perusahan berhasil membuat mereka maju dan pandai, sehingga petani jadi mandiri. Namun ada yang tak menerukan kemitraan karena tak puas dengan inti, karena ganti pemilik, kebijakannya pun berganti,” papar Gamal.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi mengakui, program PIR banyak memberikan manfaat dan kesejahteraan petani. Bahkan, dengan adanya PIR Tran, PIR BUN, PIR SUS dan PIR KKPA menjadikan kelapa sawit berkembang pesat seperti saat ini , dan berhasil menjadi penghasil devisa negara.
“Meski PIR Inti plasma sudah tak ada lagi nomenklaturnya, Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan tetap konsisten meningkatkan produksi kelapa sawit,” kata Dedi Junaedi.
Dedi juga mengatakan, saat ini juga sudah saatnya memberdayakan petani sawit. Bahkan, sesuai Inpres No.6 tahun 2019, Kementan juga mendorong pekebun sawit untuk mengembangkan kebunnya secara berkelanjutan. “Pemerintah juga fokus ke penguatan pemberdayaan petani sawit dengan melakukan penguatan kelembagaan petani melalui PSR dengan pendekatan yang konprehenship, sesuai tata kelola di tingkat pekebun sawit,” kata Dedi.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia, Setiyono mengakui program PIR mampu mensejahterakan petani sawit. Untuk itu, pihaknya mendorong pola kemitraan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dijadikan percontohan nasional. “Pola ini terbukti meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit. Manfaat program PIR sejak 1978 memang sangat bagus sekali. Bahwa sebelumnya kita tidak mempunyai apa-apa dengan mengikuti program PIR ini nasib kami menjadi lebih baik,” katanya.
Setiyono menambahkan, adanya program pemerintah PIR Trans, PIR BUN, KPPA dan Revitalisasi Perkebunan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Menurut dia, kesuksesan PIR ini tidak diragukan lagi. “Memang ada beberapa yang tidak sukses, namun tidak bisa pola ini dianggap gagal,” ujarnya.
Aspekpir mendorong pola kemitraan dalam program PIR menjadi contoh nasional. Meskipun luas perkebunan dengan skema PIR kecil tidak mencapai 1 juta hektare (ha), akan tetapi Program ini tidak mempunyai banyak masalah. “Untuk itu, Aspekpir bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bekerjasama membangun kembali generasi kedua pola PIR yang lebih modern dan setara antara petani dengan perusahaan,” jelasnya.
Salah satunya dalam menjalankan program Peremajaan Sawit Rakayat (PSR) bermitra dengan PTPN. Semua permsalahan yang dihadapi petani bisa dicarikan solusinya bersama perusahaan. “Dibutuhkan perbaikan pola kemitraan antara petani dengan perusahaan sawit yang lebih baik,” kata dia.
Setiono menjelasakan, permasalahan yang dihadapi petani sawit swadaya, salah bibit atau kesalahan teknik budidaya tidak akan terjadi lagi ke depannya. Adanya pola kemitraan yang baik, harga sawit bisa terjaga karena diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian. “Pola PIR merupakan program saling menguntungkan, saling terkait dan saling ketergantungan. Apabla semua pihak saling mendukung, maka pola kemitraan ini tidak ada tandingannya,” kata dia.
Adapun, luas kebun plasma di Indonesia sebesar 617.127 ha yang terdiri dari PIR-Trans 362.528 ha; KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota) 155.211 ha; PIR NES, PIR SUS, dan PIR LOK 153.388 ha yang tersebar di 20 provinsi dengan jumlah anggota 335.500 KK. (majalahhortus.com)