Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS dan Asosiasi Petani Kelapa SAwit Perusahaan Inti Rakyat atau ASPEKPIR menggelar Bimbingan Bimbingan Teknis UMKM Bikopra di Pontianak Kalimantan Barat bagi para Anggota Aspekpir di Kalbar, Senin-Rabu, 20-22 Februari 2023.
Dengan tema membangun Usaha Mikro Kecil Menengah yang Sejahtera (Bikopra) di Wilayah Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PIR di Provinsi Kalimantan Barat, pada kegiatan tersebut juga dipamerkan produk-produk kerajinan dan industri anggota ASPEKPIR dan Mitra Kerja. Berikut wawancara Redaksi situs berita infoaspekpir.com dengan Ketua Umum ASPEKPIR Indonesia H. Setiyono di sela-sela kegiatan.
Bagaimana Anda melihat komoditas kelapa sawit di Indonesia saat ini?
Indonesia adalah produsen terbesar dunia di bidang Kelapa sawit. Kehadiran kelapa sawit telah mendorong pertumbuhan industri dengan memproduksi lebih dari 146 jenis produk hilir yang sudah dirasakan oleh pelaku usaha, tidak terkecuali pelaku UMKM Indonesia. Banyak peluang yang tercipta dari sektor kelapa sawit, baik dari sektor hulu maupun hilirnya. Bahkan jika hilirisasi kelapa sawit sukses dilakukan, bukan hanya menciptakan nilai tambah, tapi juga menciptakan lapangan kerja baru serta memperkokoh struktur industri nasional. Dari sinilah akan terbuka peluang untuk menarik investasi ke produk-produk hilir turunan kelapa sawit yang lebih berteknologi tinggi bagi investor, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Apakah kelapa sawit memberikan peluang yang besar kepada UMKM di Indonesia?
Jelas kelapa sawit membukan peluang-peluang usaha bagi UMKM berbasis kelapa sawit yang sangat besar, baik di sektor hulu maupun hilir. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) atau istilah lainnya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) adalah sebuah bisnis yang di jalani dengan modal kecil bagi siapapun yang ingin memulai usaha atau sudah memulai usaha. Sektor UMKM ini memainkan peran penting bagi perekonomian Indonesia bahkan selama krisis ekonomi dan maupun selama covid-19, sektor UMKM menjadi sektor yang paling tahan banting, pun demikian di sektor UMKM berbasis kelapa sawit.
Dengan modal kecil, kegiatan UMKM bisa dilakukan mulai dari rumah sendiri. Inilah yang memunculkan banyaknya “home industry” atau industry rumahan. Jika di kelola dengan baik dan di tekuni, tentu UMKM bisa menjadi bisnis dengan penghasilan sangat besar, apalagi jika kita kembangkan dengan memanfaatkan kemajuan internet dan dunia digital yang sekarang sudah sangat berkembang di Indonesia.
Seperti Apa anda melihat UMKM secara umum maupun UMKM di sektor kelapa sawit ini?
Sektor UMKM merupakan entitas usaha yang paling banyak di Indonesia, berdasarkan data Kemenkop dan UKM tahun 2018 – 2019 usaha mikro kecil menengah tercatat secara nasional mencapai 64,2 juta unit usaha. Angka itu jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha berskala besar yang hanya di kisaran 5.550 unit usaha. Oleh karena itu, jumlah unit usaha mikro kecil menengah yang besar memiliki dampak strategis terhadap perekonomian Indonesia.
Banyaknya pelaku UMKM di Indonesia telah berdampak baik terhadap kemajuan bangsa, terutama jika pelaku usaha mengelola perkembangan bisnis yang dijalankannya dengan baik melalui bantuan teknologi yang tersedia saat ini. Kami melihat bahwa dari hulu kelapa sawit, sektor UMKM dapat dikembangkan untuk mendukung berbagai program strategis nasional dan ekonomi kerakyatan, salah satunya melalui “Usaha Agribisnis pengelolaan limbah di areal sawit di integrasikan dengan ternak sapi, program ini di gagas oleh ASPEKPIR dengan nama “BIKOPRA”.
Bagaimana Anda melihat Kalimantan Barat sebagai basis pengembangan Bikopra itu sendiri?
Program BIKOPRA yang digagas ASPEKPIR didedikasikan untuk seluruh anggota ASPEKPIR di Indonesia, termasuk kami hadir di Pontianak, Kalimantan Barat karena kami melihat potensi mengembangkan UMKM sawit di Kalimantan Barat melalui program BIKOPRA sangat penting mengingat kelapa sawit yang sangat besar di daerah ini, khususnya petani plasma dan lebih khususnya lagi adalah petani anggota ASPEKPIR. Data Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menyebutkan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di provinsi Kalbar mencapai 1,9 juta hectare. Adapun luas perkebunan plasma mencapai 350 ribu hectare yang berpotensi dimanfaatkan untuk mendukung program BIKOPRA ini.
Apakah sudah ada pilot project yang dapat menjadi percontohan bagi desa-desa sawit untuk mengembangan program Bikopra?
Program BIKOPRA ini sudah memiliki pilot project di satu desa di Riau dengan memanfaatkan limbah sawit dan menghasilkan pakan ternak sehingga mampu melakukan budidaya ternak sapi. Desa tersebut pun menjadi salah satu andalan untuk memasok kebutuhan daging di wilayah sekitar tersebut. Cambaran untuk di Kalbar bahwa areal kebun kelapa sawit yang cukup luas di Kalbar akan memberi manfaat besar karena bisa diolah mulai dari buah, daun, lidi, pelepah dan lainnya diolah menjadi industri hulu dan hilir (minyak sawit dan turunannya).
Namun sampai dengan saat ini pelepah termasuk lidi dan daun secara umum belum dimanfaatkan dengan baik, masih berupa limbah yang kurang bernilai. Atas dasar itulah timbul ide membangun industri berbasis potensi yang ada di desa-desa yang bernama “BIKOPRA”.
Apa harapan Anda agar program Bikopra ini dapat menjadi daya ungkit KUD di Indonesia, khususnya melalui keanggotaan ASPEKPIR?
Kami ingin berterima kasih kepada BPDPKS yang memberikan perhatian dan dukungan terhadap program Bikopra. Kami berharap kerja sama yang baik antara ASPEKPIR dan BPDPKS akan terus terjalin untuk berbagai kegiatan dan program-program dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani sawit maupun program mendukung sawit berkelanjutan hingga kampanye sawit baik untuk Indonesia maupun dunia.
Kami juga berharap melalui kegiatan Bikopra ini dapat meningkatkan perekonomian para anggota KUD anggota ASPEKPIR dan secara umum bagi peningkatan perekonomian di Provinsi Kalimantan Barat maupun Indonesia. Kami berharap program ini dapat dilanjutkan untuk wilayah Provinsi lain anggota ASPEKPIR.